Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2017

Ida Waluh di Lereng Gunung Agung

Gde Aryantha Soethama Sudah larut malam, barak pengungsi itu dipagut sepi. Mereka saling pandang ketika hendak memutuskan siapa akan menjemput Ida Waluh di lereng Gunung Agung. Perjalanan kurang dari tiga jam, tapi penuh mara bahaya, jika gunung yang dalam keadaan awas itu tiba-tiba meletus. “Saya bersedia,” ujar seorang anak muda mengacungkan tangan tiba-tiba setelah sekian lama suasana bisu beku. Semua memandangnya dengan seksama. Dia tamatan institut teknologi informasi, bekerja di penyedia jasa web design di Jimbaran. Ia yatim piatu, kuliah ditanggung bibinya yang tidak menikah, hidup dari menjual sembako di pasar kecamatan. Sejak warga dusunnya, Desa Kesimpar, di lereng Gunung Agung mengungsi ke Swecapura, Ananta selalu bermalam bersama mereka. Saban hari ia ulang-alik Swecapura-Jimbaran menempuh dua jam bermotor. “Kalau begitu, saya ikut,” usul laki-laki bersarung, mengenakan kemeja endek. “Biar saya sendiri saja, Pak Losen. Bapak dibutuhkan di sini menyambut kun

Empat Babak Cornelia

AM Lilik Agung Babak Pertama Jumat malam ini, kali ketiga aku datang ke kafé berjuluk “Green & Blue”. Kapal-kapal wisatawan memenuhi riak Sungai Thames. London Bridge dalam sapuan cahaya neon bergantian warna. Sepotong “black forest”, secangkir caffe latte dengan sedikit gula. Begitu aduhai duduk di Green & Blue Café. Itu hanya pelengkap. Hidangan istimewa tetap dia, sesosok wanita berwajah Asia yang selalu membawakan sebuah lagu di panggung kecil pojok kafé. Jumat ketika aku pertama datang ke sini. Jam sudah merayap ke angka sembilan malam. Ketika aku mau beranjak pergi sehabis mencecap secangkir caffe latte. Dia berjalan ke panggung. Membisikkan kalimat kepada salah satu pemain band. Lalu suara parau dengan lengkingan gitar menyayat terdengar. “Cry Baby”-nya Janis Joplin. Tak jadi aku mengangkat tubuh. Menikmati dia yang penuh perasaan mendendangkan tembang blues yang bertambah muram pada temaram lampu kafe. Lalu Jumat malam ketika tumpukan pekerjaan mingguan

Perempuan Berambut Api

Ni Komang Ariani Dosa terbesar saya hari ini adalah karena saya telah membiarkan rambut saya tergerai. Orang-orang memandang saya dengan kebencian yang tidak saya mengerti. Terutama perempuan tua berambut kusut itu. Ia mengira saya adalah perempuan Liak, yang gemar menari di kuburan desa untuk merapal mantra ilmu hitam. Ia menuduh saya kerap menari memutari Sanggah Cucuk, dengan menaikkan satu kaki, sambil melengkingkan tawa mengikik yang meremangkan bulu kuduk. Perempuan itu mengatai-ngatai saya perempuan berambut api. Ia membuang ludahnya yang kental setiap saya melintas. Orang-orang lain ikut membenci saya. “Kamu masih bau kuburan,” katanya dengan suara yang serak dan dalam. “Kelak kau akan diburu obor yang menyala-nyala. Di tempat itu, kau tidak dapat lagi memamerkan senyummu. Kau hanya akan menjerit-jerit kesakitan. Tubuhmu akan menjelma batang-batang kayu bakar. Kau akan menjadi makanan api. Ia akan menyulapmu, menjadi seonggok abu.” Perempuan itu memercayai apa y

Mbah Dlimo

A Muttaqin Bila kau ingin bertemu Kiai Amuni, datanglah ke Warung Kopi Kotok di sore hari, sekitar jam empat sampai jam lima sore. Di sana, akan kau dapati lelaki tua, dengan jenggot yang sederhana, memakai sarung palekat, baju batik dan songkok kuno, duduk di pojok warung dengan wajah sumringah. Betul, dialah Kiai Amuni. Orang sini biasa memanggilnya Mbah Dlimo, lantaran ia pemilik pohon delima yang ajaib dan terkenal di kampung kami. Tentu semua orang sini mengenal Mbah Dlimo. Ia adalah lelaki tertua di kampung kami. Umurnya sudah seratus tahun lebih. Bila kau tanya kepastian tanggal dan tahun kelahirannya, maka orang sekampung kami akan menggeleng. Atau paling-paling menunjuk Damar Kurung yang dipajang di pinggir jalan sepanjang kampung kami. Banyak orang percaya, Mbah Dlimo sepantaran dengan almarhumah Sriwati Masmundari, pelukis asli Gresik pencipta Damar Kurung, yang oleh Tuhan Pengasih juga dianugerahi umur seratus tahun lebih. Kini Mbah Dlimo masih tetap hidup dan s