Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2019

Cengkung

Adam Yudhistira Ketenangan pagi di kampung Lubuk Tampui serentak pecah oleh teriakan keras Mat Boneh. Lelaki bujang tua itu berlari tunggang langgang dari arah sawah Tanjung Raya. Wajahnya pucat pasi seperti baru berjumpa hantu kesiangan. Seperti orang gila, ia menjeritkan warta yang membuat puluhan butir kepala bermunculan dari balik pintu dan jendela. ”Ada orang mati tergantung! Ada orang mati tergantung!” ”Di mana? Di mana?” tanya orang-orang yang bergegas menghampirinya. ”Tergantung di pohon kepayang dekat sawah Mang Saleh!” jawab Mat Boneh terbungkuk-bungkuk dengan napas tersengal-sengal. Sekejapan, berbondonglah orang-orang menuju tempat yang dimaksud. Setibanya di sana tampak di dahan pohon kepayang tua yang tumbuh di dekat pondok milik Mang Saleh, sedikit terlindung oleh gerumbul daun-daun, sesosok mayat perempuan berayun-ayun memilukan. Melihat pemandangan itu, bukannya menolong, orang- orang malah menjauh. Tidak ada lagi keriuhan. Kerumunan berangsur menyusut begitu saja. Han

Hujan yang Hangat

Tedy Heriyadi Hujan seperti inilah persis di saat kau terlahir ke dunia ini dengan tangisan yang membentuk paduan suara bersama gemercik air yang jatuh. Dalam tangis, kau merasakan kehangatan ketika hujan dalam pangkuan ayahmu yang berbisik tepat di samping telinga kananmu.”Varsha Agnimaya.” Kutulis surat ini ketika jatuhnya bulir-bulir hujan ke bumi. Doa pun tak lewat kusampaikan kepada tuan semesta agar kau selamat sentosa. Kau akan menjadi perempuan yang berjasa bagi masyarakat dan bisa menghangatkan suasana hati seseorang yang dingin, termasuk aku sekarang. Hatiku dingin. Aku ditemani oleh sepi yang dingin. Apalagi kini hujan semakin mendinginkan hatiku dengan kesepian yang dingin. Dinginku bertambah dingin. May! Hanya dengan mengingatmu saja hatiku hangat dan damai. Aku bisa tersenyum membayangkanmu meski saat hujan dan sepi seperti sekarang. Mungkin akan lebih manis apabila kau kupeluk menjelang tidur malam. Aku ingin memelukmu sambil bercerita dongeng atau kisah-kisah masa lalu

Mek Mencoba Menolak Memijit

Rizqi Turama Karena sudah tiga hari berturut-turut mendapatkan mimpi yang sama, Mek memutuskan untuk bercerita perihal mimpi tersebut pada sang suami. Tentang lelaki berpakaian putih-putih yang mengatakan bahwa Mek akan jadi tukang urut, kemudian menyentuh bahu kanan Mek. Pagi harinya, saat sang suami sudah duduk di kursi reyot, lelaki dengan tubuh ringkih itu hanya manggut-manggut mendengarkan cerita Mek. Menarik napas dalam-dalam. Lalu kembali menyeruput kopi. ”Bagaimana, Pak?” Mek mengejar. ”Apanya yang bagaimana?” ”Mimpiku itu, lho.” ”Ya sudah. Namanya juga mimpi.” ”Tapi sudah tiga kali, Pak.” Suami Mek kembali menyeruput kopi. ”Pak?” Suami Mek menghela napas panjang. ”Pak?!” ”Apa sih, Bu? Itu kan mimpi. Kenyataannya aku sudah tiga kali ditolak kerja di tempat orang. Garap lahan Pak Minto juga sudah tidak bisa lagi. Kamu malah bahas mimpi.” Mek diam. Menatap lantai rumah. Hingga tiga bulan lalu, suami Mek masih bisa menggarap lahan Pak Minto. Lahan itu se

Minuman buat Para Penyair

Gunawan Maryanto Sederhananya, manusia terdiri dari 3 jenis: penyair baik, penyair buruk, dan bukan penyair. Dan ini semua memang bermula ketika dunia masih begitu sederhana. Ketika dua elang raksasa saling berkejaran di langit yang masih begitu muda. Perang besar antardewa baru saja selesai atau mesti diselesaikan. Jika tidak perang, itu tak akan selesai dan Anda tak akan bisa membaca cerita ini, hari ini. Kaum Aesir, rombongan dewa- dewa yang galak, keras kepala, dan suka berperang, melawan para Vanir, dewa-dewa yang lembut hati, senang bersahabat, penyubur tanah dan tanaman. Aesir biasanya dengan mudah—kadang juga tidak mudah—mengalahkan lawan-lawannya: para raksasa, serigala, naga, juga dewa-dewa lain. Tapi, tidak kali ini. Berhadapan dengan dewa pujaan para petani dan pencinta lingkungan, mereka akhirnya memilih berdamai. Bukan karena mereka tidak suka berperang lagi. Tapi, mereka butuh kemenangan. Atau kekalahan. Perang tanpa kemenangan atau kekalahan seperti malam panjan