Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2018

Opera Sekar Jagad

Kurnia Effendi Tangannya yang basah dan licin oleh sabun ikut tertegun. Ia mengenali kain dalam remasannya: batik tulis sekar jagad yang dia bikin hampir empat tahun lalu. Serta-merta ia membebaskan kain katun dengan warna sogan itu dari impitan pakaian yang lain, kemudian menciumnya. Bagai digerakkan kenangan masa silam, ia lekas mencari ujung kain dan menemukan torehan namanya di sana: Purwati. Masih tersisa jejak gondorukem tipis dalam hirupannya di antara bau lembap pakaian kotor. Kantung plastik besar bertuliskan nama toko itu menghimpun aneka busana, termasuk kaus perempuan dan kerudung. Punya siapa? Ia tak pernah sengaja menghafalkan baju-baju milik pelanggan yang dia cuci dan setrika. Namun, dengan sendirinya ia ingat beberapa pakaian yang berulang kali datang selama beberapa bulan ia bekerja di usaha laundry kiloan itu. Mungkin pelanggan baru, pikirnya. Disingkap-singkap timbunan pakaian lainnya, tidak ada yang dikenalnya selain kain batik itu. Melihat dari ragam uku

Boko

Putu Wijaya  Boko, mantan bromocorah diinsyafkan oleh rumah pemasyarakatan. Ketika keluar dari penjara, ia banting setir total. Tidak lagi memeras, merampok atau membunuh, tetapi menjadi tukang ketoprak. Pulang dari pangkalan, Boko membereskan peralatan ketoprak dibantu istrinya. ”Ada yang beli, Pak?” ”Tidak. Dua porsi aku makan sendiri daripada basi.” ”Sudah tiga bulan, kok, begini terus?” ”Orang-orang bingung ketika melihat aku mendorong gerobak ketoprak dan mangkal di pinggir jalan. Tidak seorang pun yang berani mendekat. Bagaimanapun juga, di dalam gerobak yang aku dorong itu tidak hanya ada tahu, ketupat, tauge, dan saus kacang, tetapi juga ada pisau. Dan pisau di dekat seorang pembunuh, sewaktu-waktu bisa mengerat leher siapa pun, tanpa alasan.” ”Sabar, Pak.” ”Ya, sebagai mantan orang hukuman, aku paham nasibku. Aku tahu, tidak mudah bagi masyarakat melupakan sejarah hitamku. Tidak seperti orang-orang politik yang bisa dalam sekejap bertukar warna. Aku tahu, aku

Saat Ayah Meninggal Dunia

Djenar Maesa Ayu,  Saya bertemu dengannya beberapa saat setelah ayah meninggal dunia. Saat pagi hari lebih menyerupai malam hari. Saat gurat senja lebih menyerupai lukisan nestapa. Saat kelopak bunga lebih menyerupai kelopak mata luka. Saat rintik hujan lebih menyerupai jarum kepedihan. Kehidupan mendadak lebih menyerupai kematian. Seperti ada yang merenggut paksa lalu menghempaskan saya ke lubang yang lebih kelam daripada kelir malam. Dan induk dari segala sunyi, menyambangi. Saat itu tamu-tamu, baik saudara maupun kerabat dekat ayah sudah mulai berdatangan. Teman-teman saya pun datang dan itu membuat saya heran. Dari mana mereka mendapat kabar? Saya sama sekali belum sempat memberi kabar. Dan peristiwa itu terjadi saat saya masih berumur sebelas tahun, sekitar tahun delapan puluhan. Tidak seperti zaman sekarang di mana kita bisa tahu segala hal mulai dari pensil alis merek apa yang seseorang kenakan hari ini, makanan apa yang mereka konsumsi malam tadi, dan segala hal remeh-teme

Gadis Kecil Beralis Tebal Bermata Cemerlang

A. Mustofa Bisri Ketika pertama kali aku melihatnya, aku sudah bertanya-tanya dalam hati. Aku melihatnya dari jendela kereta api menjelang keberangkatanku dari stasiun S menuju kota J. Seorang gadis cilik beralis tebal berdiri sendirian di peron, memandangiku. Semula aku kira dia sedang mengantar dan ingin melambai seseorang lain, orangtuanya atau saudaranya atau siapa. Tapi kulihat matanya yang cemerlang tertuju langsung kepadaku dan hanya kepadaku. Saya membayangkan atau mengharapkan dia tersenyum. Bila tersenyum, pasti akan semakin indah bibir mungil itu. Tapi dia sama sekali tidak tersenyum. Hanya pandangannya saja yang tidak terlepas dari diriku. Aku sama sekali tidak bisa menafsirkan atau sekadar menerka-nerka kehadiran dan pandangannya. Wajah manis itu tidak mengekspresikan apa-apa. Sampai keretaku berangkat, wajah gadis kecil beralis tebal bermata cemerlang itu masih memandangiku. Anak siapa gerangan? Mengapa sendirian di stasiun? Bukan. Menilik pakaian dan sikapnya, di