Angelina Enny Riza bingung setengah mati. Setengah hatinya ingin melepas si Itam pergi, setengah hatinya lagi berkata tidak. Galaunya melebihi saat ia menimbang akan meminang Rani atau malah meninggalkannya. Seakan mengetahui persoalan hatinya yang tak kunjung reda, si Itam berkokok kencang. Kok! Padahal, hari belumlah pagi. Seiring dengan kokokannya yang makin lama makin keras, aliran darah Riza semakin deras. Merah melumuri hatinya. Marah menyelimuti tubuhnya. Ia marah pada segala. Pada orangtuanya, pada dirinya sendiri, pada keadaan. Mengapa ayahnya mati meninggalkan utang? Mengapa pula ibunya sakit di kala ekonomi semakin sulit? Mengapa pula ia harus lahir sebagai anak pertama yang harus menanggung semua? Dua adiknya masih butuh sekolah. Ibunya perlu obat. Dan, ia butuh otak untuk memutar semuanya. Kemarin pagi, Datuk datang kembali. Rupanya belum puas ia membujuk Riza. Setelah dua kali kedatangannya yang kembali dengan tangan hampa, ia yakin ketiga kali ini ia berhasil...