Warih Wisatsana Bahkan jauh sebelum ”boarding”, sewaktu masih antre di pemeriksaan x-ray bagasi, pandanganku tertuju padanya dan tak bisa lepas lagi. Matanya sedikit biru, roman wajahnya Timur Tengah dengan bekas torehan luka di dahi, seketika membuatnya terlihat berbeda. Padahal, dini hari itu, di ruang tunggu Gate 08 Bandara Internasional Ngurah Rai, ada sekian orang lintas bangsa dengan aneka ciri yang tak kalah menarik, entah lelaki sejazirah dengannya dari Irak, Kuwait, boleh jadi dari Lebanon, Suriah, atau siapa tahu pula pelarian kombatan Afghanistan. Belum lagi pasangan orang Perancis dan turunan China- Indonesia yang pastilah tengah mengalami ”amour”, berpeluk kecup tak henti. Kami semua sudah cukup lama menunggu, kini pemeriksaan terakhir boarding pass dan paspor. Lima belas menit lagi pesawat siap terbang lintas benua, transit di Doha dan berakhir di Zaventem, Brussels. Sekilas aku menoleh ke belakang, antrean kelas ekonomi; rupanya ia tak membawa koper atau bag...