Putu Wijaya Bu Amat tiba-tiba menodong suaminya. ”Sejatinya Wakyat itu siapa, Pak?” Amat tertegun. Berpikir, lalu menggeleng. ”Bapak tidak tahu.” ”Ah, masak tidak? Kita kan yang memilihnya?” ”Memilih? Memilih siapa?” ”Wakyat.” ”Siapa dia?” ”Pilihan kita, kan!” ”Kita siapa? ”Kita yang memilih!” ”Kita ini?” ”Ya dan tidak.” Amat ketawa. ”Ibu ini dulu kan guru bahasa indonesia, sekarang kok bahasanya mundur sekali! Ngomongnya yang bener , dong! Jangan seperti orang bingung. Ya, ya, ya! Tidak, ya, tidak. Tidak bisa ya dan tidak.” Bu Amat tersenyum. Amat berdiri mau cari angin di teras. ”Tunggu dulu, Bapak belum menjawab itu karena tidak tahu atau setuju?” ”Ya dan tidak!” Bu Amat cemberut. Amat ketawa besar lalu ke teras. Tapi belum sempat duduk, pikirannya seperti menyengat. Ia cepat kembali masuk. ”O, maksud Ibu….” Tapi Bu Amat sudah ngeloyor ke dapur. Amat jadi penasaran. Ia sekarang ingat sama Pak Wakyat. Orang itu sempat dipilih oleh penguru...